Pemilihan tempat (kantor pusat), letak perusahaan
(gedung, pabrik) adalah faktor penting untuk menjamin terjaminnya :
a. Tujuan perusahaan
b. Efisiensi perusahaan
c. Daerah pemasaran produk
d. Pindah tempat (disebabkan tidak ekonomis ataupun
peraturan pemerintah)
1.1
Tempat dan kedudukan perusahaan
Adalah kantr pusat perusahaan tersebut yang dipengaruhi oleh faktor
kelancaran hubungan dengan lembaga lainnya.
1.2
Letak perusahaan
Adalah tempat perusahaan melakukan kegiatan fisik/pabrik yang dipengaruhi
oleh faktor ekonomi. Yakni untuk efisiensi yang berkaitan dengan biaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adalah :
Harga bahan mentah, tk upah buruh, tanah, pajak, tk bunga, biaya alat
produksi, tahan lama, biaya atas jasa pihak ketiga.
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai
yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan
bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap
karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan
kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis
berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri
sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu
dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan
terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap
semua pihak terkait.
3.
Contoh-contoh Kasus Pelanggaran
Etika Bisnis
· Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan
yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun
dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon
sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang tentang Ketenagakerjaan. Dalam
kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap
hukum.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Yayasan X menyelenggarakan pendidikan
setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp
500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak
diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau
tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun
penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid. Setelah didesak
oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, Yayasan X dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah Rumah Sakit Swasta melalui pihak
pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara
otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS
Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut
pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala
hak dan kewajiban, dia berhubungan dengan pengelola bukan pengurus. Pihak
pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan
tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari
kasus ini, RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena
tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola
dan Pengurus Rumah Sakit.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI melakukan rekruitmen
untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa
perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti
training dan dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan
tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan
dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik
dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7
juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2
bulan training, B tak kunjung diberangkatkan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan
PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini,
Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan
mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara
tujuan untuk bekerja.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property tidak memberikan
surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di
kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah
memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya
administrasi lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban
membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer
selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan. Dikawasan
kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi ijin pembangunan rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi ijin dan rumah mereka sudah dibangun
semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan
pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi
konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian ijin pembangunan
rumah. Dari kasus ini, perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip
kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen)
dengan alasan yang tidak masuk akal.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang membuat
kesepakatan dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah
perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi
bangunan kepada kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor
melakukan penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan
perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami
kerusakan serius. Dalam kasus ini, pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan
telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan
yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang.
· Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah sebut saja X, dari perusahaan
pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari
perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung
mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang
masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini, kita dapat
mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada
nasabah X, karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
Daftar
Pustaka
Bertens K. 2000. Pengantar Etika Bisnis,
Edisi Keenam. Yogyakarta: Kanisius.
Muslich, Mohammad. 2004. Manajemen Keuangan
Modern, Analisis Perencanaan dan Kebijakan. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sumarni, Murti, dkk. 1998. Pengantar Bisnis.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Agoes, Cenik & Ardana. 2009. Etika Bisnis
dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar